Hal yang cukup absurd adalah ketika ada yang bertanya padaku tentang cita – cita. Lalu pikiran yang lebih absurd lain muncul lebih liar lagi, jawaban atas sebuah pertanyaan tadi. Apa cita- citamu? Aku ingin menjadi presiden. Pikiran absurd lainnya yang muncul sebagai pertanyaan “apa cita-citamu” aku ingin menjadi presiden.
Cita – cita apa itu cita – cita? Kadang aku sendiri bungung
mendeskripsikannya. Lalu aku bingung menjawab pertanyaan ketika ditanya apa
cita-citamu mu? Kadang – kadang aku langsung menjawab dengan lantang dan cepat ketika
ditanya cita-cita, aku ingin menjadi pilot, jenderal, arsitektur, seorang
pembangun. namun kini hal tersebut kadang cukup aneh. Jawaban-jawaban yang ada
ketika mereka tanya adalah sebuah jawaban spontanitas saja. Mungkin sebuah
keinginan. Sebuah keinginan yang memang tak diukur dari modal kemampuan serta
keadaan yang tersedia. Apakah memang sebuah cita – cita harus diukur?
Pertanyaan lainnya yang muncul. Namun satu lagi pertanyaan yang muncul ketika
aku berpikir tentang cita – cita “dari mana kita berasal, dan dari mana kita
akan kembali?” sebuah pertanyaan yang harus dijawab sebelum saya memberikan
jawaban yang sesungguhnya ketika seseorang bertanya padaku “apa cita- citamu?”.
Beberapa orang berupaya sekuat tenaga mengerahkan segala
usaha demi keberlangsungan hidupnya di dunia. Namuan dari mereka hanya sebagian
yang sadar untuk apa sebenarnya kehidupan di dunia ini, untuk apa
keberlangsuangan hidup di dunia? Kehidupan yang singkat tapi mereka yang
berupaya dengan sekuat tenaga mencurahkan segala hidupnya untuk kehidupan
dunia, seolah olah lupa. Sebuah persiapan yang padat untuk kehidupan yang
sesaat. Kita harus tahu ke mana kita akan pergi.
https://zayeedalmajnun.wordpress.com
0 comments:
Terima kasih atas komentarnya