Dewi Themis, begitu masyarakat Yunani menyebut dewi penenteng timbangan di tangannya sebagai simbol keadilan. Dengan mata yang tertutup kain yang diikatkan di kepalanya, Dewi Themis itu tampak anggun berdiri di depan gedung peng-adil-an. Di pengadilan mereka mencari peng-adil-an. Namun kini nyatanya, bak intan mutiara, keadilan menjadi hal yang begitu langka dan mahal harganya jikalau dihargakan dengan nominal uang. Keadilan kini bisa diperjualbelikan dan dinegosiasikan.
Lemahnya keadilan tidak lepas dari lemahnya kesehatan moral dimasing – masing penegak keadilan. Dan bukan hanya di institusi penegak hukum, lemahnya kesehatan moral di setiap orang bisa menimbulkan kecenderungan untuk tidak berbuat adil dalam setiap tindak tanduk kehidupan. Kecendrungan untuk tidak berbuat adil dalam berteman, berkeluarga, belajar, berorganisasi, bekerja dan lebih jauhnya lagi ber-negara.
Setiap individu patutnya menjaga kesehatan moralnya untuk menjaga keseimbangan watak dalam kehidupannya. Seperti yang disebutkan dalam penjelasan yang cukup jentre bahwa moral juga berbicara tentang karakter atau watak, baik atau buruk kah watak seseorang sesuai dengan prinsip atau standar yang berlaku. Kesehatan moral setiap individu perlu dijaga karena akan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Moral sendiri berhubungan dengan baik dan buruknya kelakuan seseorang. Dengan kata lain moral merupakan tingkah laku yang muncul dari pribadi seseorang apakah itu baik atau buruk yang menyangkut dengan benar dan salah. Lebih jentre-nya dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary Of The English Language Unabridged disebutkan bahwa moral yang berasal dari kata Inggris adalah “the character of being in accord with the pinciples or standards of right conduct, right conduct, often specifically, virtue in sexual conduct”.
Keadilan dan moral saling berkaitan. Individu yang berlaku adil bisa dikategorikan sebagai individu yang bisa membina kebajikan moral lainnya dalam diri individu tersebut. Dikatakan demikian karena seperti yang dikatakan Marcus Aurelius bahwa kebajikan – kebajikan moral yang lainnya berlandaskan pada keadilan. Dapat dianalogikan seperti ini, bahwa jika seseorang mempunyai keretakan dalam berbuat keadilan besar kemungkinan kebajikan – kebjikan moral lainnya ikut retak, lebih buruknya hancur. Lebih jelasnya lagi keadilan umum merupakan kebajikan seluruhnya, seperti yang dikatakan Aristoteles.
Individu yang baik adalah individu yang terus berkembang, mengembangkan diri. Bukan hanya sekedar berkembang dalam segi fisik dan intelektual tetapi juga moral. Manusia yang senatiasa belajar dan mengembangkan diri melalui proses pembelajaran tersebut. Salah satu aspek pengembangan diri pada masing – masing individu adalah pengembangan watak atau pengembangan moral yang didalamnnya termasuk keadilan.
Pengembangan moral merupakan salah satu dari bagian pengembangan diri. Pengembangan diri bukan hanya tentang kemampun tak kasat mata saja –softskil- tetapi juga pengembangan moral harus diperhatikan. David Cherington dalam bukunya yang berjudul The Work Ethic :Working Values And Values That Work yang diterbitkan tahun 1980 menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 aspek yang meliputi pengembangan diri. 6 aspek tersebut antara lain; fisik (kesehatan), sosial, emosional, intelektual, watak, dan spiritual.
Secara garis besar mengakatulisasi diri menjadi individu mempunyai kualitas moral yang baik merupakan pengembangan watak dalam 6 aspek yang disebutkan oleh Cherington. Setiap individu patutnya mempunyai moralitas yang baik dalam berkehidupan di masyarakat dan bernegara, termasuk dalam berlaku adil. Keadilan adalah ide agung dalam peradaban, nilai luhur dalam pemerintahan dan kebajikan moral adalam kehidupan per-individu.
Keadilan kini dianggap langka, dengan maksud adalah keadilan yang hakiki. Kedilan memang banyak, dengan maksud keadilan yang dinegosiasikan dan diperjualbelikan. Hal tersebut merupakan valacy dalam berkeadilan atau seperti yang disebutkan, keretakan dalam keadilan hingga akhirnya hancurnya keadilan yang berarti sama sekali tidak ada keadilan. Dan moral, tentu saja tidak ada moral.
Dalam berlaku keadilan sesorang harus bermoral atau bisa berlaku sebaliknya bahwa berkeadilan adalah tindakan bermoral. Jangan sampai ada istilah keadilan untukmu dan keadilan untukku, yang menandakan adanya standar ganda dalam berkeadilan. Keadilan sendiri bukanlah tindakan sesuatu yang tampak adil, tetapi merupakan tindakan yang benar – benar adil yang dilakukan oleh diri yang berkeinginan untuk melakukan keadilan yang tulus. Bukan sensasi yang mendongkrak eletabilitas atau popularitas. Keadilan itu bersifat murni tanpa kedok manipulasi.
Manusia perlu hidup dengan keadilan. Keadilan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Manusia yang hidup tanpa keadilan tidak akan hidup dengan baik, yang seterusnya ketika manusia sudah hidup dengan tidak baik, maka manusia itu akan merasa menderita, begitu kata Plato. Keadilan berlaku untuk semua aspek moral. Keadilan akan berpengaruh terhadap aspek moral lainnya, karena sepeti yang disebutkan oleh Godwin, Justice is the sum of moral duties.
0 comments:
Terima kasih atas komentarnya