Diplomasi menurut kamus bahasa Indonesia merupakan kegiatan
menjadlin hubungan dengan negara lain secara resmi. Ihwalnya diplomasi ini
berakitan dengan diplomat sebagai wahana hubungan internasional. Namun kata
diplomasi dewasa lazim digunakan oleh masyarakat sebagai jalan untuk menjalin
hubungan, dan bukan hanya dalam rangka menjalin hubungan resmi dengan negara
lain. Bahkan acara lobying pun sering
dikaitkan dengan diplomasi.
Banyak cara digunakan untuk menjalin hubungan diplomasi,
baik lewat pembicaraan formal macam duduk dikursi, bendera di kanan kiri, sambutan
kenegaraan dan jamuan makan, maupun diplomasi yang semacam bujukan yang biasa dilakukan
kernet mobil coltmini atau sopir
taksi. Kesemuanya itu lazim disebut diplomasi.
Ketika beberapa waktu lalu hubungan Indonesia - Tiongkok menegang, FPCI, sebuah komunitas hubungan
internasional mengadakan event menulis tentang pandangan pemuda Indonesia terhadapa
Tiongkok. Menurut saya hal itu merupakan salah satu cara diplomasi, menjaga
hubungan yang sudah terjalin dengan baik. Karena semua mafhum, bahwa hubungan
harus dijaga. Selain itu FPCI juga menggelar disebut dengan diplomasi bakso,
sebuah acara dengan melibatkan para duta besar dari negara-negara tertentu
untuk berdiskusi bercerita sambil makan bakso. Dan mungkin di era – era dulu
juga ada adegium tentang diplomasi
rokok, karena bagi mereka yang pernah melakoninya, rokok bisa dijadikan salah
satu alat untuk diplomasi serta mengorek informasi. Dan mungkin lebih tepatnya
disebut diplomasi tembakau.
Bukan diplomasi rokok atau pun diplomasi bakso, tapi saya
mennyembutnya diplomasi jalan kaki. Mungkin saya terasa seenaknya menafsirkan
kata diplomasi atau menamai istilah diplomasi. Tapi heman saya setiap diplomasi
bisa dijuluki ssesui dengan bentuk dan garis besar kegiatan diplomasi tersebut
seperti diplomasi kopi, diplomasi kebun. Seperti yang saya sebut dengan
diplomasi jalan kaki, karena garis besar dari hal yang dilakukan adalah jalan
kaki sambil berdiskusi dan bertukar informasi.
Beberapa mungkin tidak menyadari bahwa pembicraan yang dilakuan
adalah bagian dari diplomasi, seperti yang saya sebutkan menjalin hubungan
dengan cara komunikasi.
Sejarah. Dengan bahan ini saya melakukan pembicaraan, sebut
saja media. Menenai sejarahlah saya
memuli pembicaraan dan dari sana muncul pembicraan lain yang hangat. Mungkin
seperti sebuah diplomasi yang berorrientasi sejarah. Bagi beberapa orang
sejarah dianggap terlalu rentan terlebih sejarah tersebut berhubungan dengan
sejarah kolonial. Ada rasa sangsi
yang khawatir hal tersebut menyinggung dan alih alih bisa menjalin atau memertahana
hubungan malah bisa merusak hubungan yang sudah terjalin baik.
Mengulas kebelakang bahwa Indonesia mempunyai hubungan
internasional yang bermedia pada penjajahan dengan beberapa negara, seperti Dutch dan Nihon. Akan terasa rikuh dan
sensitif apabila membahas sejarah negeri ini dihadapan mereka apalagi dalam
ranah diplomasi terlebih sejarah kolonial.
Diplomasi jalan kaki. Istilah yang saya ambil ketika saya
menyambut tamu dari negara tetangga, tetangga dekat maupun tetangga yang
tertambat deburan ombak Antlantik maupun Pasifik.
Saya senang melakukan cara diplomasi jalan kaki sebagai
suatu cara untuk mejaga hubungan baik dengan warga negara yang lain yang
mungkin dianggap sebagai repesentasi dari negara mereka berasal. Sangat menyenangkan
bisa berbagi dengan merek warga negara sahabat dari beberapa negara seperti,
Jerman, Belanda, Suriname, Malaysia, Korea, juga AS. Ada feel
tertentu yang menjadikan saya sangat tertaik untuk menjalin hubungan baik
dengan mereka, sebgai sebuah pengakuan bahwa meraka adalah warga negara dari
negara sahabat.
Beberapa kesempatan saya bertemu dan mengajak untuk jalan
kaki bersama warga negara dari negeri kincir angin. Seperti Miss Jenny bersama
kedua putrinya serta suami yang saya lupa namanya. Ada perasaan ketika saya
berkomunikasi dengan mereka bahwa bukan hanya berbicara sebagai seorang
individu yang bertugas menyampai informasi sejarah tapi juga ada semacam tanggung
jawab tak laungsung berciara untuk hubungan negeri ini dalam fase damai. Seperti
yang saya sebutkan tadi, resepresentasi. Saya menganggap bahwa mereka bisa
mewakili asal negeri mereka, dan saya juga berpikiran sebaliknya, saya akan
dianggap sebagai representasi lembaga yang menjadi simbol negeri ini.
Bagi mereka informasi yang saya sampaikan seakan dirasa
begitu penting, memehatikan setiap apa yang saja sampikan, antusias ketika
berdiskusi. Terkadang mereka terkagum-kagum dengan nilai hstoris tentang objek
sejarah yang saya jelaskan yang berhubungan dengan negaranya yang notabene bangunan
sejarah tersebut, dulu merupakan simbol dari kekuasan kolonial. Beberapa dari
mereka penasaran, bahkan ketika saya memperlihatkan beberapa foto bangsanya di
gedung sejarah yang kini simbol kedaulatan negeri. Sesekali mereka menghubungkan
dengan silsilah keluarganya yang masih berkerabat degan keluarga bangsawan. Beberapa
dari mereka yang merupakan warga negara yang masih merupakan bagian Kerajaan
Belanda seperti kepulauan Karibia bahkan sampai menanyakan sikap bangsa
Indonesia kini terhadap negaranya terkait hubungan Indonesia-Belanda
tempo dulu.
Lain lagi dengan warga sahabat dari Korea dan Malaysia. Dengan
mereka saya bisa bertukar informasi tentang keadaan bangunan sejarah di
negaranya termasuk istana raja atau sultan di Malaysia. Kadang saya mencoba
mengulas hal – hal yang saling berhubungan kadang juga mengulas soal makanan
dan budaya. Diperlukan pemahaman yang mendalam serta keluasaan wawasan dalam
menyangkut pautkan hal tersebut, dan tentu kehati-hatian dalam menyampaikan, saya
rasa begitu.
Begitu hubungan yang saya lakukan sebagai bentuk tidak
langsung untuk menjaga hubungan baik dengan negara – negara laindengan istilah
diplomasi jalan kaki. Sebagai negara zero
enemy seperti yang disebutkan presidenn RI ke 6, saya berusaha untuk
bersikap terbuka ketika berhubungan dengan tamu – tamu dari luar sekedar
berkeliling melihat bangungan yang saat ini merupakan salah satu simbol negara.
Saya merasa punya tanggung jawab tersendiri mungkin semacam duta secara
pribadi, salah satu cara warga negara untuk menjadlin hubungan dengan warga
negara lainnya yang mungkin juga mereka merasakan hal yang sama ketika mereka
berkunjung ke negara kita. Karena setiap individu yang datang dari luar negeri
kadang akan dinilai secara general dan dihubungkan dengan asal negaranya. Termasuk
saya sebagai warga negara Indonesia yang notabena dulu bertugas di tempat yang
merupakan simbol dari pemerintahan negara kita. Begitulah diplomasi jalan kaki,
sebagai frontliner untuk image masyarakat dalam negeri juga bentuk diplomasi
untuk negara sahabat.
Sewaktu masa dinas. Foto diambil sekitar Juni 2014 |
0 comments:
Terima kasih atas komentarnya