Buku. Orang bilang buku adalah jendela dunia, karena dari buku bisa didapatkan informasi dan ilmu yang tertulis di dalamnya, yang bahkan sebenarnya informasi dan ilmu tersebut berada di belahan bumi lainnya. Meski kini buku sedikit demi sedikit mulai kehilangan tempat di masing – masing hati pembacanya. Buku mulai tergeser dengan keberadaan media elektronik, seperti media elektronik berupa portal baca ataupun sekedar sosial media. Bahkan buku mulai tergeser oleh kloning atau mungkin kembarannya, e-book.
Buku dan Dunia Cyber
Ditengah – tengah perkembangan zaman yang biasa disebut oleh para pemuja kemajuan teknologi sebagai kemajuan zaman. Dunia cyber menjadi portal yang sangat sibuk, segala sesuatu dimasukan ke dalam dunia maya tersebut dengan sebuah jalan yang disebut internet.
Internet menjadi konsumsi publik yang paling banyak di konsumsi saat ini terlebih banyak platform yang mendukungnya. Saat ini, sangat sedikit sekali ponsel yang tidak dilengkapi dengan fasilitas internet hingga nama ponsel pun tidak terdengar lagi dan berganti dengan istilah smartphone atau windowsphone.
Untuk beberapa negara perkembangan teknologi yang memudahkan akses ke dunia cyber tidak dengan begitu saja menggeser keberadaan buku dan minat baca. Namun bagi Indonesia sebagai negara berkembang hal itu lain ceritanya.
Sepertinya minat baca dan buku belum begitu dikenal di masyarakat kita. Dan hal itu semakin asing ketika masyarakat lebih dulu mengenal kecanggihan teknologi smartphone ketimbang mengenal buku dan minat baca. Alhasil hampir kebanyakan masyarakat lebih senang dan ketagihan membuka sosial media seperti youtube dan facebook daripada membuka buku yang bahkan tanpa menggunakan energi listrik sama sekali dan tak perlu paket data.
Kebanyakan masyarakat saat ini lebih dulu mengenal gadet daripada buku. Jika diperhatikan berapa banyak orang yang baru belajar untuk rutin membaca buku yang akhirnya produktifitas membacanya turun lantaran kepincut dengan media sosial. Dan berapa banyak orang yang sama sekali belum mengenal minat baca dan kepincut dengan media sosial. Dan berapa banyak orang yang sudah memiliki minat baca mempunyai koleksi buku dan produktifitas membaca bukunya menurun. Untuk yang terakhir disebutkan sepertinya presentasinya lebih sedikit daripada yang disebutkan pertama dan kedua.
Dan yang menjadi bahan kajian selanjutnya adalah seberapa banyak masyarakat sekitar kita yang sudah mengenal dan tertanam minat bacanya serta mempunyai koleksi buku? Saya rasa sangat sedikit jumlahnya. Jadi sisanya adalah bagian dari yang disebutkan pertama dan kedua.
Dalam sebuah diskusi, keberadaan buku menjadi salah satu masalah dalam menumbuhkan minat baca. Dan saya yakin mereka yang sudah mempunyai koleksi buku lebih dari satu “kubik” pasti sudah konsisten dalam mempertahankan minat baca dan cenderung bertahan ketika kemajuan teknologi dan sosial media membanjiri dan lebih bisa mengendalikan diri dalam menentukan untuk konsisten membaca buku atau aktif bersosial media yang melupakan membaca buku.
Keberadaan perpustakaan yang merupakan salah satu ruang public dan fasilitas membaca diperlukan untuk mengenalkan dan menanamkan serta mengutakan minat baca masyarakat. Namun tak cukup dengan adanya perpustakaan saja, tetapi jug aperlu adanya pendekatan persuasif terhadap masyarakat, ajakan – ajakan untuk mengenal perpustakaan, mengenal buku, mengenal minat baca dan menanamkan minat baca.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara membuat program – program menarik yang diinisiasi oleh perpustakaan supaya menarik masyarakat untuk berkunjung, mengenal perpustakaan dan menanamkan minat baca.
Namun permasalahan lainnya adalah jumlah perpustakaan umum di kita sangatlah terbatas disamping kepemilikan atau koleksi buku dan belanja buku masing – masing orang ataupun keluarga juga sangat terbatas. Perpustakaan masih sebatas ada di sekolah – sekolah serta kampus. Dan tidak semua sekolah atau pun kampus tidak semuanya mempunyai perpustakaan dengan kategori layak. Masih banyak sekolah – sekolah dasar yang mempunyai perpustakaan yang hanya alakadarnya dengan koleksi buku seadanya, dan tentu keadaan di daerah Indonesia bagian lainnya lebih buruk daripada bukan hanya tidak mempunyai perpustakaan, bahkan bangunan skolah dan bahan ajar pun sangat memperihatinkan.
Jendela dunia menjadi sangat terbatas di sekitar kita, kalaupun ada mungkin hal tersebut terabaikan dengan tergesernya minat baca yang belum tumbuh tertanam dalam masyarakat oleh masalah lainnya seperti ketertarikan terhadap gadget yang lebih cenderung menggunakannnya untuk membaca status di sosial media. Jarang gadget digunakan sebagai media untuk membaca buku yang di elektronik-kan, selain daripada selera daya serapnya juga jelas berbeda.
Sekedar untuk mencari informasi dari belahan bumi kini hanya tinggal scroll atas atau ke bawah. Jendela dunia kini telah berganti dengan konten yang tidak pasti dan belum tentu pas untuk dikonsumsi. Buku mungkin belakangan merasa kesepian tanpa belaain tangan – tangan pembaca yang membuka setiap lembarannya.
0 comments:
Terima kasih atas komentarnya