Tamu Dari Singapura S uatu ketika aku menerima tamu dari Singapura. Seperti biasa aku dan juga rekanku mengajaknya berjalan mengitari...

Tamu Dari Singapura

Tamu Dari Singapura

Suatu ketika aku menerima tamu dari Singapura. Seperti biasa aku dan juga rekanku mengajaknya berjalan mengitari objek yang bersejarah yang ketika kita mencoba menjelaskan nya, bercerita serta mendeskripsikannya tersirat di wajah mereka seperti rasa kekagumannya, padahal aku tidak begitu yakin apakah mereka mengerti dengan bahasa Indonesia atau tidak, meski akhirnya saya mengetahui kenyataannya.

Ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan dalam kasus (kejadian, tapi saya sebut kasus saja *red) ini. Pertama aku berpikir bahwa mereka begitu menghargai kami. Dapat saya simpulkan hal itu, ketika rekan saya mulai berbicara, ngaler-ngidul tentang objek sejarah yang biasa di kunjungi, tersirat rasa antusiasme mereka. Ada sebuah rasa kagum yang ingin mereka tampilkan kepada kami sebagai 'penyaji', dan itu mereka tampilkan sepertinya untuk menghargai kami. Meski sebenarnya mereka tidak terlalu paham dengan yang kami sampaikan (akhirnya saya menyadarinya), karena mereka menggunakan bahasa melayu. Meski bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia tidak jauh berbeda, tapi saya tafsirkan berbeda. dalam menjelaskan sejarah ada sebuah kata-kata yang bebeda dan hal itu menentukan makna. dan sangat berbeda dengan percakapan biasa yang bisa di simpulkan dari bagian-bagian yang menjadi keseluruhan kalimat. Itulah mereka begitu menghargai, meskipun tidak begitu paham, mereka tidak menampilkan wajah kebingungan, agar kami tetap nyaman ketika menjelaskan, (meski sudah ngaler-ngidul)

Selanjutnya, saya memerhatikan pakaian yang digunakannya. Dan saya berasumsi bahwa mereka yang menggunakan pakain busana muslim adalah muslim yang begitu taat serta menjalankan syariat. Cara berpaiakan sungguh luar biasa, yang  notabene mereka adalah muslim di negara yang begitu modern (menurutku, itulah Singapura) tetapi mereka tetap menjalankan syariat agama sebagaimana mestinya. Dan akhirnya saya jadi balik mengagumi mereka.

Logikanya seperti ini, orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri adalah orang yang berduit, apalagi untuk sekedar berwisata. Dan tentunya mereka berduit, tapi mereka tidak menampilkan pribadi yang berduit dan takabur. Lain halnya dengan kebanyakan orang Indonesia (tidak semua makud saya), jika orang yang berduit Indonesia melancong keluar negeri untuk berwisata, maka kebanyakan dari mereka tidak seperti menampilkan bahwa mereka adalah seorang muslim. Pakaiannya 'gaul-gaulan' tidak berpakain layaknya muslim meskipun sebenarnya dia adalah seorang muslim.

Patut kita mawas diri dalam hal ini. Bukannya menjelakan bangsa sendiri, tapi ada sesuatu yang mesti kita rupa, jangan so 'gaul-gaulan' dengan mengesampingkan etika apalagi syariat agama. Mari kita melangkah bersama, Ayo !








0 comments:

Terima kasih atas komentarnya